CERITA PELANGI 1
SEBUAH PROLOG
Jakarta 1981,
"Kehidupan itu seperti pelangi yang akan memberi warna dan keindahan dalam setiap helaan nafas kita"
Keluarga kecil itu kembali berbahagia,sepuluh hari menjelang datangnya idul fitri anggota baru di keluarga tsb lahir.Suara tangis bayi kembali memeriahkan suasana rumah yang terbuat dari kayu.
puteri mereka diberi nama Pelangi Nusantara.
Pelangi lahir di perkampungan kumuh pinggir rel kereta,di salah satu sudut ibukota Jakarta.Lahir dan besar di Jakarta menjadikan Pelangi sosok muda yang tangguh dan kuat.Kehidupan yang keras sejak kecil membuatnya dewasa lebih cepat.Cara berfikir yang terkadang jauh melampaui usianya.
"ini anak loe yo?
"iya"
"wah ini anak insya Alloh rejekinya bisa bantu keluarga nih,ntar kalo ni anak udah gede bisa angkat derajat keluarga".ujar teman ayahku suatu ketika saat beliau berkunjung ke rumahku.
"aamiin".ujar ayahku kemudian.
Jakarta 1987,
"Sekolah selalu memberi ruang untuk masa depan yang lebih indah seperti pelangi"
"gimana udah daftar sekolah Pelangi belum dik?".tanya ayahku di sela sela waktu istirahatnya
"sudah yah"sahut ibuku kemudian.
aku yang sedang tertidur ayam secara tidak sengaja mendengar percakapan mereka dan dalam hatiku bersorak kegirangan.Sejak dulu aku memimpikan dapat bersekolah.Waktu kecil dulu kakak kakakku dan kawan kawannya sering kulihat wara wiri depan rumah akan berangkat sekolah ingin rasanya aku ikut mereka bersekolah tapi pasti tidak boleh.
Ada satu cerita dimana saat magrib menjelang anak anak dari kampung kumuh pergi mengaji bersama di mesjid dekat komplek perumahan orang orang kaya secara gratis.Pengajian tersebut diadakan oleh remaja remaja di lingkungan perumahan tsb sebagai wujud bakti sosial terhadap lingkungan sekitar.
"huuuu....huuuu...huuu..."aku menangis terisak isak merengek rengek untuk ikut mengaji bersama kakak kakakku.Tapi mereka tidak ingin aku ikut.
"gk mau ah,malu gue kalo loe ikut,kemarin aja ikut loe tidur"bentak kakakku kencang terhadapku
"Pelangi mau ikut kakak,janji deh gk akan tidur lagi"rengek ku kemudian.
"gk mau"teriak kakakku sambil berlalu.
dan tangisku kembali terisak dengan lirih.
Aku jarang bahkan hampir tidak pernah menangis kencang seperti anak anak seusiaku.Aku tidak pernah merengek rengek berlebihan saat menginginkan sesuatu.Semuanya serba secukupnya.
Dalam kehidupan yang sulit dan serba kekurangan bahkan aku mengerti bahwa menangis dan bersedih itu harus secukupnya.Semua yang terlalu berlebihan akan membuat sakit bagi diri sendiri.
Jakarta 20 Juli 1987,
"Sekolah sejatinya tidak memberikan jaminan untuk masa depan yang lebih baik tapi memberikan harapan untuk masa depan yang lebih hebat"
Dengan riang dan sambil bernyanyi kecil aku diantar ibuku berangkat sekolah di hari pertama.Aku dan beberapa temanku bersekolah di SD pemerintah dan masuk pada siang hari ( pada masa itu entah kenapa bersekolah pada siang hari begitu populer dikalangan orang orang miskin seperti kami ).
Siang hari yang terik tidak pernah sedikitpun menyurutkan langkahku untuk bersekolah.Dan hari hari selanjutnya aku lalui hanya bersama dua orang kawanku beserta ibunya yang masih dengan setia mengantar kami.
"Minah titip Pelangi yaaa..."
begitulah perkataan ibuku tiap kali kami akan berangkat sekolah.Ibuku hanya sekali mengantarku ke sekolah saat awal pertama selanjutnya beliau hanya mampu menitipkanku kepada ibu temanku.Aku mengerti keadaan ini tidak dengan sengaja dilakukan ibuku tapi karena memang saat itu ibuku sedang hamil dan beberapa bulan lagi adikku lahir.Bulan bulan pertama aku dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan dan materi pembelajaran.
"ayo anak anak keluarkan buku kalian dan ibu akan mulai mendikte"begitu suara guru Fatimah lantang memberi aba aba kepada murid muridnya.
"1.ini ibu budi,2.ini bapak budi,3.ini kakak budi,4.ini adik budi,5.ini budi"suara guru Fatimah begitu lantang mengulang kata demi kata.Dan aku dengan santainya menulis tanpa harus mendengar guru Fatimah mengulang ulang kata per kata,tulisanku telah selesai saat pertama kali beliau mengucapkan perintah menulis satu demi satu.
"wah Pelangi kamu hebat,anak yang cerdas,ibu bangga dengan kamu"demikian guru Fatimah memujiku saat beliau memberi nilai dibukuku.
Tak heran memang guru Fatimah acap kali memujiku karena aku dengan cepat menyerap tiap ilmu yang beliau berikan.
Awal Catur Wulan
Pembagian raport catur wulan pertama telah selesai dibagikan dan rapotku cukup baik dan membuat ibuku senang.Aku menjadi salah satu murid yang berprestasi di sekolah.Tak aneh memang karena aku yang tak pernah menikmati bangku TK dua bulan bersekolah sudah mampu membaca dan menulis dengan baik.
"kita harus pindah dari sini dik,rumah ini akan digusur dan digunakan oleh PJKA"
"trus kita akan pindah kemana yah?"
"belum tau,ntr aku sambil cari cari kontrakan dulu,kamu bersiap siap aja"
demikian perbincangan ibu dan ayahku siang itu.Aku dan keluargaku juga beberapa tetangga terpaksa harus pindah karena memang kami menempati tanah negara.Kami menyadari hal tsb dan suatu ketika saat kami tergusur kami harus siap untuk pergi dari tanah kelahiran kami.
Pinggiran Jakarta 1987,
"perpisahan tidak selalu mendatangkan kesedihan"
Pada akhirnya aku dan keluargaku harus pindah meninggalkan rumah kami.Ayahku mendapat kontrakan di pinggiran Jakarta yang jauh dari hiruk pikuknya kota.Aku dan adikku tidak begitu merasakan kesedihan karena memang kami belum begitu mengerti arti dari perpisahan.
Tapi buat kakakku kepindahan ini adalah masa masa yang berat karena dia harus berpisah dengan kawan kawan sebayanya.
"Buat sekolah Pelangi aku belum ada uang dik,kemungkinan Pelangi akan mengulang sekolahnya"ucap ayahku lirih.
ibuku hanya bisa terdiam.
kepindahan ini sedikit banyak akan merubah hidupku kemudian.
Jakarta 1987,
Ibuku adalah orang yang kuat dan tegar,beliau mampu bertahan pada situasi dan kondisi apapun mungkin karena itu kami anak anaknya pun adalah pribadi pribadi yang tangguh.Tahan terhadap segala kondisi.
Setelah lebih dari empat bulan sejak kepindahan kami maka hari ini aku dan ibuku mendaftar di sebuah sekolah negeri.
Siang itu di ruang kepala sekolah...
"saya mohon pak anak saya bisa diberi kesempatan untuk tidak mengulang kelas,kasian dia pak kalo harus mengulang lagi nanti dia lulusnya telat dari teman teman sebayanya"begitulah ibuku berkata lirih kepada kepala sekolah.
"ya begini saja ibu,kita test saja anak ibu kemampuannya sampai dimana?kalo memang dia mampu menjawab soal soal yang diberikan oleh saya maka silahkan langsung ikut kelas dan minggu depan bisa langsung ikut ujian catur wulan akhir".Ujar pak kepala sekolah mantap.
Maka siang itu di ruang kepala sekolah aku bersama dengan kertas kertas ujian yang telah disiapkan oleh kepala sekolah.Tidak membutuhkan waktu lama aku dapat menjawab setiap soal pada lembar demi lembar kertas ujian.Dan tak lama selesai mengkoreksi pak kepala sekolah masih menyuruhku untuk menulis dengan cara didikte setelah itu beliau masih menyuruhku untuk membaca dan berhitung.Satu persatu ujian yang diberikan pak kepala sekolah dapat aku lakukan.
"ibu..Pelangi mulai besok sudah dapat sekolah dan tidak ada alasan buat saya untuk tidak menerima anak ini,dia anak yang cerdas" kepala sekolah mengucapkan kalimat tiap kalimat sambil mengelus elus kepalaku.
"Alhamdulillah..terima kasih pak saya akan selesaikan administrasinya ke TU"ujar ibuku kemudian.
Sekolah Dasar 1987,
"Sekolah selalu memberi kegembiraan kepada anak anak tak peduli apakah dia kaya atau miskin"
Dan pada akhirnya disinilah aku bersama dengan teman teman baruku.Mereka menerimaku dengan akrab terlebih aku lebih unggul dari mereka.Ditunjang oleh parasku yang lumayan maka tidak sulit bagiku mendapatkan teman."namanya siapa?"begitu Ema menyapaku untuk pertama kalinya."Pelangi"sambil tersenyum kusambut uluran tangannya Ema.
Kurang dari seminggu setelah masuk kelas untuk pertama kalinya maka ujian akhir catur wulan dimulai.Seminggu kemudian pembagian raport dan ternyata aku mendapat peringkat tiga dari total sekitar lima puluh murid di kelasku.Tentu saja dengan prestasi ini jaringan pertemananku bertambah banyak.Bukan hanya dari kelasku namun juga dari kelas sebelah,banyak murid yang kemudian mengenalku sebagai salah satu murid yang pandai.
Hanya setahun aku berada di Sekolah ini selanjutnya aku harus berpindah sekolah kembali karena ayahku mendapatkan rumah yang baru.
Rumah kami yang baru berada di luar provinsi jakarta namun berdekatan karena memang kami berada di daerah perbatasan.Dengan kepindahan ini maka total aku mengalami tiga kali perpindahan dan tiga kali harus terpaksa berganti sekolah.
Rumah Kontrakan 1987,
"Gimana ini yah,kalo terus terusan di sini sama aja kita mengantar nyawa anak kita sendiri"keluh ibuku di suatu malam saat adikku baru saja kesurupan.Ayahku hanya menghela nafasnya.Aku tau dengan kejadian ini menambah berat beban hidupnya.Bukan hanya rumah yang kami tidak punya namun juga kesembuhan adikku menjadi prioritas utamanya.
Kepindahan kami ternyata harus menanggung resiko buruk karena rumah kontrakan yang kami tempati telah banyak mengambil nyawa.Percaya tidak percaya konon di kamar kontrakan kami ada makhluk astral yang jahat dan dipercayai senang dengan kaum adam.Dan kebetulan untuk kali ini kami yang menempati dan makhluk tsb terpesona dengan adikku.
Hampir tiap maghrib menjelang adikku kesurupan dan ibuku harus selalu menggendongnya karena adikku takut dengan lantai kontrakan kami yang menurutnya penuh dengan lubang lubang besar.
"Maaa...takut ma..takut ma itu itu ada lobang takut ntr jatoh"teriak adikku sambil menangis keras.Kalau sudah seperti ini yang dapat dilakukan ibukku hanya membaca surat al kursi secara berulang ulang.Hingga akhirnya setelah berbulan bulan adikku sakit keras dengan sangat terpaksa kami harus mengungsi.
Awal pengungsian kami diawali dengan adikku yang mengalami kesurupan hebat.Dan itu terjadi tepat di tengah malam.Maka saat ayahku pulang kerja aku dan keluargaku mengungsi ke kontrakan saudara ibuku yang berada lumayan jauh dari kontrakan kami.
Tengah malam dengan becak ibuku dan anak anaknya mengungsi.Sejak saat itu secara bertahap kami sekeluarga pindah ke kontrakan baru.
Karena letak kontrakan yang tidak begitu jauh dari kontrakan yang lama maka aku bersyukur tidak harus berpindah sekolah.Hanya saja untuk kali ini aku harus berangkat lebih awal karena sekolah dengan kontrakan yang baru berjarak lumayan jauh.Dan karena aku tidak memiliki uang aku harus berjalan kaki.Sedangkan teman temanku yang memiliki uang berlebih bisa naik andong berangkat dan pulang sekolah.
Jakarta 1989,
"Tempat yang lama terkadang lebih baik dari tempat yang baru"
"Dik kita harus bersiap untuk berpindah rumah,alhamdulillah saya dapat pengajuan KPR dari tempat kerja.Satu atau dua minggu ini rumah kita sudah siap untuk di tempati".suara ayahku terdengar sangat antusias sekali.Aku merasa untuk kali ini ayahku benar benar sangat senang.Dengan di terimanya pengajuan KPR maka selangkah lagi impian ayahku memiliki rumah untuk keluarganya terwujud.
"Ayah sanggup untuk bayar tiap bulannya? Tidak memberatkan? Bukankah lebih baik kita tetap mengontrak dan uang mukanya kita pakai buat usaha".suara ibuku terdengar memberi saran pada ayahku.
"Gk bisa dik..gimana kalo usahanya tidak berkembang?saat ini yang jadi fokus saya adalah anak anak"sahut ayahku.
"Kalau kita gk punya rumah maka kasian anak anak ntr kebutuhan tambah banyak,anak anak harus sekolah sementara kita masih tetap mengontrak.Kalau KPR biar tiap bulan bayar tapi suatu saat akan menjadi milik kita".lanjut ayahku kemudian.
Dengan penjelasan ayahku,ibuku hanya dapat terdiam dan terpaksa harus menurut dengan pendapat suaminya.
Jawa barat 1989,
Perumahan yang diambil oleh ayahku terletak tidak jauh dari jakarta namun lingkungan yang kami tempati masih perkampungan.Listrik masuk ke desa ini pun salah satunya karena ada perumahan disekitarnya.Aku masih melihat areal persawahan yang luas,udara pagi masih sangat sejuk,jalanan masih berlumpur.Dan untuk ini amat sangat menyulitkanku.Anak anak berangkat sekolah masih banyak kutemukan bertelanjang kaki.Sekolahan yang tidak memadai ditambah lagi dengan lingkungan yang gelap di malam hari praktis membuat aku agak lama untuk beradaptasi.
Dan di sinilah dimulai kehidupan seorang Pelangi Nusantara.
Komentar
Posting Komentar